Sabtu, 23 November 2013

Itu Aku ?

Pada sebuah tatap yang ku puja dengan seksama
Pada sebuah binar yang menjerat fokusku lekat
Pada sebuah senyum jelmaan surgawi, Ia dekat tapi tak tersentuh
Aku meronta pada rintik – rintik hujan yang begitu pasrah dijatuhkan
Aku melempar pandang pada trotoar jalan dan gerobak Soto Lamongan
Aku takut, takut jika kau berhasil menggembok tatapku
Resah jika kau berhasil menangkap bayangmu dalam retinaku,
lalu dengan kejam kau kunci dalam kerasnya jeruji  - jeruji besi 
Aku takluk, pada sebuah suara yang mengalun dan menggema lewat tenggorokanmu
lalu menelusup diam – diam meracuni rongga telinga hingga otakku
Aku benci, pada bisu dan diam bahasa tubuhmu
Membuatku lelah berburu kabar yang hendak disampaikan waktu tentangmu
Aku malu, ketika lampu kamarku melirik dengan senyum kecut saat aku cemberut
Marah kepada matahari dan bulan yang tega tak menghadirkan sosokmu seharian
Pun geram pada sesosok yang entah mengapa begitu kau agungkan,
yang menyita jiwa – jiwa dalam tubuhmu untuk berhenti menyambutku
Pernah sesekali, kujelajahi parasnya dicermin...

Tentu saja, itu bukan aku.

Kamis, 10 Oktober 2013

Pria di Sudut Ruangan

kamu,
hujan yang turun setelah mendung gelap pekat
menyejukkan, meneduhkan saat kurasa semua menanduskan
kamu,
pelangi yang bias membentang
memberi warna elok dihariku, saat yang kutahu hanya abu-abu dan hitam
kamu,
suara yang mengalun merdu
menggema menelusup hingga terekam sampai otakku
berputar berulang kali, kemudian hilang kendali
kamu,
bayangan lembut dalam lamunan
tertangkap dalam tiap kedipan, namun tak terjamah dengan sentuhan
semu yang menjelma serupa nyata
kamu,
lengkungan senyum mengagumkan
yang meruntuhkan jutaan bintang hanya dengan kesederhanaan
sungguh, pesona manis tak terdeskripsikan
kamu…
pria berkemeja batik  di sudut ruang…

Hanya Beda, Sebab Tak Sama

Di sudut kamar jemariku menari
Berdansa di atas piano memainkan sebuah nada harmoni
Nada indah yang berayun di lorong – lorong telingaku
Harmoni yang menjadikan bayanganmu serasa begitu nyata dimataku
Melodi yang menghempaskanku ke dalam satu masa,
masa yang katanya bernama kenangan,
masa yang bagiku masih menjadi ingin dan angan
Di sana aku melihat kita merebah menatap langit malam
Menyaksikan jutaan bintang gemerlap,
menikmati desiran dingin angin yang seketika menjadi hangat
Menatap sebuah dunia yang kuyakini sebagai jelmaan surga
Hanya aku dan kamu, hanya ada kita
Kita sedang mencoba memahami isi hati masing – masing
lalu terkesiap karena puluhan bintang jatuh
Tanpa sadar memejamkan mata,
seraya lirih mesra memanjatkan doa
Dengan harap bahwa para malaikat sedang ikut mengaminkan,
kemudian Tuhan akan bermurah hati untuk mengabulkan
Saat aku mengepalkan tangan aku berharap,
aku dan kamu akan selamanya menjadi kita
Tapi saat kamu menengadahkan kedua tangan,
aku hanya menebak – nebak doa apa yang sedang kamu rapalkan
Kini segalanya berubah jadi semu
Kita, tak pernah sampai pada titik temu
Apakah kita merapal doa yang tak sama?
Tuhanmu, Tuhanku, atau memang salah kita yang terlalu memaksa?
Andai saja…rosario dan tasbih tak pernah dianggap berbeda…

Senin, 23 September 2013

Malam Ini Bodoh Ya?

“Senyum. Jangan terlihat seperti orang banyak hutang.” 

Aku membaca pesan singkat yang tertera di layar handphoneku. Entah kenapa seperti ada kekuatan magis yang membuatku serta - merta tersenyum ketika membacanya. Aku berusaha menahan senyum di tengah keramaian malam ini. Sialnya, ini selalu saja kulakukan. Berpura – pura bersikap biasa di depannya, di depan banyak orang yang tak pernah mengerti bagaimana perasaanku yang sesungguhnya.
Detak jantung yang tak beraturan seperti ini selalu terjadi ketika aku bersamanya. Senyuman yang setulus ini hanya melengkung saat aku di dekatnya. Tidak bisa dipungkiri, dia masih menjadi segalanya.
“makan yuk, lapar nih.”, dia mengajakku makan sambil mengelus – elus perutnya.
“emm..iya, lapar banget. Maya, kita makan bareng yuk !”, ajakku kepada maya yang juga bersama kami.
“boleh deh." , kata Maya.
“oke, jadi kita mau makan dimana nih?”, Doni akhirnya ikut nimbrung bersama kami.
“Di tempat biasa aja deh.”, katanya sambil mengajak kami bertiga; aku, Maya dan Doni  untuk segera menuju area parkir.
“Don, bisa ga sih kamu jalannya ga usah mepet – mepet ? kedepan sana gih ! aku pengen jalan sama Aira. Mengais masa lalu nih.”, perkataannya membuatku tercekat sesaat.
Mengais masa lalu? Tidakkah dia tahu bahwa masa lalu itu masih begitu nyata di mataku? Aku sibuk berdebat dengan diriku sendiri. Dia mengatakannya dengan begitu ringan. Ya, karena mungkin baginya semua hanyalah kenangan yang terlupakan. Baginya sekarang semua hanya candaan, sementara bagiku segalanya adalah harapan. Aku masih di tempat yang sama, tak pernah berhasil melangkah ke depan sepertinya. Aku masih hidup di dalam bilik – bilik yang penuh dengan bayangnya.
“Hahahaa..apaan sih ! ada – ada aja kamu !.”, lagi – lagi aku seolah bersikap biasa saja.
“Yaudah, kamu naik motornya berdua aja sama Aira. Biar aku sama Maya. Gapapa kan May?”, kata Doni sesampainya di area parkir.
“Nah, itu ide bagus, bro.”, katanya menimpali.
Aku hanya tersenyum simpul. Jujur, aku bahagia bisa duduk bersama diatas motornya. Menikmati hangat punggungnya seperti dulu.
Semua berjalan sesuai harapanku malam ini. Aku menghabiskan waktu beberapa jam hanya untuk makan, duduk disampingnya sambil mendengarkan bagaimana ia menceritakan hari – harinya seminggu belakangan. Sederhana, tapi sudah cukup membuatku bahagia. Kalau boleh jujur, sebenarnya baru dua jam yang lalu aku makan bersama Yuna, salah satu sahabatku. Perutku sudah sangat kenyang dan terasa penuh sekali. Tapi hanya untuk bisa makan dengannya, aku berpura – pura lapar. Hanya dia yang mampu membuatku melakukan hal – hal yang bagi orang lain bodoh.
Di perjalanan pulang.......
“Ra, kamu udah punya cowo yang spesial gak?”, tanyanya tiba – tiba membuatku tercengang.
“Ra..??”, dia memanggil namaku yang tak kunjung merespon pertanyaannya.
“Eh, belum kok. Masih nyaman sendiri aja.”, jawabku sekenanya.
“kamu ga mau tanya kenapa aku masih sendiri aja sampai sekarang?”, pertanyaan yang terdengar aneh ditelingaku.
“Emm..emang apa pentingnya buat aku? Ngarep banget ya aku nanya?”, aku membalasnya dengan nada bercanda.
“Yaudah sih kalo ga mau tau juga gapapa. Aku ga maksa.”
Tapi seketika aku menjadi penasaran tentang alasannya masih sendiri hingga saat ini. “Memangnya kenapa kamu masih jomblo aja? Udah ga suka cewek lagi ya? Ah, jangan – jangan bener lagi kamu homo.”, aku memancingnya untuk mengungkapkan alasannya.
“Aku masih belum nemuin yang lebih baik dari kamu.”, alasannya membuatku membisu, aku bahagia tapi juga sesak. Aku harus berhasil menguasai diriku agar tidak terlihat berlebihan menanggapinya.
“Oh gitu, yaudah sabar aja. Ntar juga dapet kok.”, tanggapku singkat.
Ketika itu pula aku berdoa membatin, meminta pada Tuhan untuk mengirimkan seseorang yang jauh lebih baik dariku. Yang akan menjaganya dari apa yang akan membuatnya sakit atau terluka, yang mampu membuatnya tersenyum dalam hari – hari lelahnya, dan seseorang yang mampu menguatkannya saat ia terjatuh. Aku sadar bahwa aku mungkin tak bertempat lagi di hatinya, karena itu aku hanya mampu mendoakannya, memeluknya melalui lengan doa dalam dialog mesraku bersama Tuhan.
Sepanjang perjalanan hingga sampai di rumah aku hanya terdiam. Menikmati tiap detik yang berlalu bersamanya. Kesempatan malam ini benar – benar langka, dan mungkin takkan pernah terulang kembali.
“Hati – hati ya, kamu. Makasih.”, aku mengucapkan salam perpisahan saat memasuki pagar rumahku. Aku masih sempat tersenyum dan menatap kedalam matanya. Berharap bahwa masih ada bayanganku di dalam sana. Dia mengangguk dan membalas senyumanku. Sederhana dan manis.
“Aku pulang. Kamu cepet istirahat.”, katanya sambil berlalu dengan motornya.
Aku bergegas menuju kamar. “Ah, perutkuuuuu......”, aku merengek sambil memegang perutku yang kesakitan karena terlalu penuh diisi makanan. Aku bertanya - tanya kepada diriku sendiri, mengapa aku harus sebodoh ini? Tapi hanya dengan begitu aku masih mempunyai alasan untuk bisa lebih lama bersamanya. Hanya dengan begitu kami bisa punya sedikit waktu untuk saling menatap dengan senyuman. Setidaknya sebelum ada orang lain yang akan rajin menemaninya, yang akan menggenggam erat tangannya, seperti aku dulu. Apakah aku benar - benar nampak bodoh malam ini?

Sabtu, 14 September 2013

Jika Itu Tentang Kamu

Jika itu tentang kamu, 
aku seperti melihat cahaya yang lebih terang dari benderang.
jika itu tentang kamu, 
aku ingin waktu yang lebih lama dari selamanya.
dan jika itu tentang kamu, aku belajar mencintai bunyi yang melenyapkan sunyi.

Selasa, 02 Juli 2013

Mereka yang Terhebat

senyum membias jadi bahagia
tawa bersinar tatkala canda terpendar
kebersamaan dalam satu rasa
memintal cerita masa muda dengan karya
mungkin aku tak lagi ingat bagaimana aku berada disini,
di tengah – tengah kalian dalam balut ceria
dalam ikatan yang kini kusebut persahabatan,
dalam harmoni yang kusebut kebersamaan
kita tak sama, berbeda satu sama lainnya
kadang beradu, kadang tak padu
tapi kita tahu, kita tak boleh pisah
sebab kita ada karena kita satu
tak pernah pecah, tak pernah terbelah
aku ingin terus begini,
bersama kalian menyenandungkan melodi
takkan terlupa…
sebuah kisah perjalanan menggapai cita bersama
hingga pada saatnya nanti,
kita mampu menapakkan kaki di sebuah tempat dimana kita ingin berdiri
lalu katakan pada dunia
aku di sini karena mereka
karib yang kuabadikan layaknya keluarga
yang pudarkan kesedihan menjadi semangat
yang luruhkan keraguan menjadi tekad
ya, mereka. aku punya mereka. sahabat terhebat…

Jumat, 21 Juni 2013

Lumpuh

Lumpuh..semuanya lumpuh ketika aku di dekatmu
Otakku lumpuh, tak bisa lagi berpikir kalimat apa yang tadinya akan terucap
Lumpuh..hatiku lumpuh..
Bahkan aku sudah tidak bisa merasakan bahwa sebelumnya aku ingin menyerah
Hati ini lagi-lagi berpaling dari janjinya
Lumpuh, saraf mataku lumpuh..
Tak bisa lagi melihat bahwa kamu tak pernah menatap ke arahku
Jiwaku lumpuh..
Entah kenapa ia bahkan tak bisa merangkak menjauh darimu, agar tak ada lagi kamu
Saat didekatmu semua mati
Organ - organku tak lagi berfungsi
Tuhan telah menciptakan empat lobus hati, tapi semuanya sesak penuh kamu
Lalu aku bisa apa lagi?
Didekatmu aku melupakan kesedihanku,
Aku tak ingat betapa lelahnya perasaan ini berjuang untukmu
Entah..tak bisa lagi kuhitung dengan jari berapa kali aku memutuskan berhenti
Namun saat menatap teduh matamu,
ada perasaan aneh yang ikut terbawa angin berdesir ke dalam hatiku
Aku tak tahu mengapa saat ada kamu,
aku lupa ada kosa kota menyerah dalam kamusku
Otakku berkata, “ kamu menyerahlah. Dihatinya tak ada kamu.
Bukan kamu yang diinginkannya, bukan kamu yang selalu ditatapnya,
bukan kamu yang selalu dirindukannya.
jadi menyerahlah!
Pada akhirnya kamu yang akan sakit”
Tapi entah kenapa otakku tak pernah padu dengan hatiku
Hatiku ini selalu ingin bersandar didekatmu
Menikmati bagaimana kamu berbicara, bagaimana kamu memandang
Aku akan melihat kamu bahagia dan tersenyum meski bukan denganku
Aku hanya bisa diam dan menanti ,
saat - saat semuanya sungguh lumpuh dan mati
Karena kenyataan mengatakan dengan tegas kepadaku
Kamu tidak mencintaiku, kamu tidak disana untukku
Tapi sebelum itu terjadi izinkan aku mengatakan ini…
Ternyata perpisahan tak membuat seseorang akan benar-benar melupakan
Terkadang perpisahan yang memunculkan cinta tak terelakkan
Dengan segenap hati kini aku nyatakan sekali lagi, aku masih mencintaimu..aku tak bisa lagi bila dengannya..

Jumat, 14 Juni 2013

Tentang Aku dan Kamu

Kamu adalah suara yang menggema
Menghadirkan detak jantung tak terjemahkan
Kamu adalah hembus yang menjadi nyawa
Harmoni yang mengalun tak terbahasakan

Jika kamu mau menengok sebentar ke arah kita,
Ada jarak dan cinta yang dibekap
Jika kamu mau menoleh sedikit,
Ada kidung rindu yang terselip dan terhimpit

Cemburuku dikurung dalam jeruji – jeruji besi yang kita sebut perpisahan
Hanya bisa menatap punggungmu yang berlalu dari kejauhan
Setiap hari,
Dan aku masih memintal kerinduan demi kerinduan
Masih tangguh menyulam cinta demi cinta
Dalam sekaratku, andai saja aku dan kamu bisa..
sekali lagi menjadi 'kita'...

Sabtu, 08 Juni 2013

Malam Terakhir di Bulan Mei


Sekali lagi aku bercerita tentangnya lewat sajakku
Dia yang kurajakan dalam tahta terbaik di hatiku
Dia,
yang rajin kukisahkan bersama senyum dan air mata
yang namanya selalu kuseret disepertiga malam  dalam doa

Dingin,
butiran embun malam bergerilya bersama angin
Entah kenapa ada hangat selama aku bisa didekatmu
Menikmati bias senyum simpul yang sanggup buat aku merindu
Seperti biasa, getaran aneh dan debar jantung yang selalu kusembunyikan
Menutupi perasaan yang sejak lama masih saja sama
Malam terakhir di bulan Mei..
satu yang terbaik dari sekian banyak malam yang pernah kulewatkan denganmu
Malam yang mencibir kepengecutan dan kebodohanku
Malam..
dan aku masih mencintaimu dalam diam..

Malam ini ada yang berpura – pura lapar meski kenyang,
Ada yang menahan kantuk meski sudah sangat lelah
Itu aku, selalu saja aku, dan masih tetap aku
Kamu tahu kenapa?
Karena aku ingin makan bersamamu,
Aku ingin lebih lama berada disampingmu
Lalu mendengar bagaimana kamu menceritakan hari – harimu
Mendengar bagaimana kamu bercerita tentang duniamu

Bodoh?
tapi hanya ini yang mampu kulakukan
Menciptakan rangkaian kebodohan hanya karenamu
Seseorang yang rela menjadi idiot demi Mahakarya Tuhan sepertimu
Terima kasih Mei..
Ini malam yang indah di penghujung bulanmu..

Rabu, 22 Mei 2013

Denganmu, Romantisme Kebenaran

Mengintip lewat celah kabut tebal yang berpawai
Semua bersaksi atas nama ketidakadilan dan pengkhianatan
Membuka mata – mata tak acuh yang pura – pura buta,
Telinga – telinga ratu yang pura – pura tuli,
Dan mulut – mulut penebar harapan palsu  yang kini seakan bisu

Benih janji sembarangan ditebar
Memupuk impian di hati para ringkih yang penuh pengharapan
Lihat! semua mati sebelum tumbuh, sayang..
Ah, aku jengah !
Segalanya hanyalah sajak doa yang dianggap mustajab
Janji itu menjadi ayat – ayat tanpa makna, sabda – sabda puiti tanpa  arti

Aku berjalan bersamamu, orang – orang malang..
Menyibak ilalang kebodohan, aku bangkit!
Menepis tirai kemalasan, aku bangkit !
Demi asa, demi angan, dan demi cita dalam romantisme kebenaran…
Aku dan kamu satu, kita bangkit !

Minggu, 12 Mei 2013

Bertirai Kenangan

            Dia mencoba tersenyum dalam gelisahnya. Dia mencoba tertawa dalam kemelut hatinya. Aku memperhatikan dari jarak yang sangat dekat. Sedekat eritrosit dan pembuluhnya. Tapi dalam jarak sedekat ini pun aku tak mampu paham apa yang sebenarnya ia rasakan. Semua terasa semu dan palsu. Binar matanya yang seolah – olah ceria, senyumnya yang menyuratkan kebahagiaan, dan canda tawa yang seakan – akan tak pernah ada masalah pelik yang menimpanya. Padahal aku tahu benar, bahwa bertindak ‘seakan – akan’ itu menyakitkan. Seperti merentangkan tirai semu demi menyembunyikan kenyataan. Aku juga tak pernah mengerti mengapa keadaan seringkali memaksa seseorang untuk tunduk padanya dengan menanamkan kebohongan, membohongi diri sendiri, misalnya. Tak pernah peduli tentang apa yang akan dituai, terus berkesinambungan hingga hanya akan ada air mata dan sesak diakhir cerita. Aku sempat bertanya padanya, “apa itu cinta?” dia menjawab, “cinta itu aku. Aku yang berusaha semampuku, aku yang berjalan dengan keyakinanku, aku yang berkorban meraih semua pengharapan dan mimpi – mimpiku.”
            Sebelum aku bercerita banyak tentangnya, aku akan mendeskripsikan dia dalam pandanganku. Dia adalah seseorang yang terjebak bersama masa lalunya. Seseorang yang tetap berjalan melawan arus meski tahu harus menyerah. Bukan, dia sebenarnya tak ingin melawan arus, namun pernahkah kalian seakan dijerat untuk melanjutkan sesuatu yang tak pernah ingin kalian lakukan? Ya, itulah dia. Seseorang yang ingin berhenti mencintai tetapi ditentang oleh hatinya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa tahan untuk terus mencintai sementara orang yang dicintai sudah tak lagi mengarahkan tatapan padanya? Dia mencoba berandai – andai, seandainya ia dan orang itu tak pernah terpisah, seandainya ia dan orang itu bisa terus bersama hingga sekarang. Tapi semua hanya larut dalam konteks kata ‘andai’, tak pernah benar – benar terjadi. Dia mengatakan rasa seperti itu begitu menyesakkan. Seperti tanpa daya ia malah memilih untuk melanjutkan.
            Melompat dari satu hubungan ke hubungan yang lain, begitulah caranya melupakan. Sungguh sulit mengungkap kejujuran. Ternyata tak semudah mengedipkan mata untuk menyatakan yang telah sekian lama dipendam. Dia hanya bisa menyimpan, menyembunyikan, dan mengalokasikan sebagian hati dan memori otaknya hanya untuk mengingat kenangan. Sungguh, sama sekali tak ada lagi kesempatan untuk ia dan orang yang dicintainya. Saat ini dia sedang meratap karena seseorang yang pernah menguasai tangis dan tawanya telah singgah ditempat tinggalnya yang baru. Entah ia akan bahagia atau tidak, tapi kenyataan bahwa orang yang dicintainya menyukai seseorang yang lain itu benar – benar sudah menggores luka yang teramat dalam dihatinya. Dia duduk memandang jauh ke luar jendela, menghayati arti gejolak alam semesta. Menimbang – nimbang kembali bagaimana caranya agar ia dapat melupakan dan terus melupakan hingga takkan ada lagi yang tersisa. Ia berubah menjadi seseorang yang membenci kenangan. Pohon, langit, awan, angin, pegunungan, semuanya….kenangan. jika semuanya masih begitu nyata, bagaimana mungkin kenangan dapat terhapuskan?
            Wanita cenderung mengingat dan terlalu banyak mengenang apa yang telah ia lewati bersama orang yang dicintainya. Ini juga salah satu kelemahannya. Selalu melihat kebelakang saat ada seseorang yang tulus menambatkan hati padanya dan ingin menyeretnya terus lurus kedepan. Tapi hatinya terus saja menolak meski bibir dan raganya seperti mengucapkan ‘aku tlah lupa”, “aku ingin melupakan”. Tuhan, dia benar – benar membuatku bingung. Sama seperti ketika aku memikirkan bagaimana semesta ada dan seluruh isinya tercipta.

Kamis, 25 April 2013

Aku dan Semu


Aku berada dalam siang yang membias menjadi maya
Berjalan dipermukaan udara yang sejatinya semu
Ada riak cerita lampau beriringan denganku
Liar meliuk senada debar nadiku
Gempa, berdentum tak terjemahkan
Tapi entah mengapa hanya aku yang berguncang

Menumpuk tanda tanya dalam dada dan kepala
Diam...lalu terbang...
sesaat aku terhempas...
awan berkonspirasi inginkan hati pergi tak berbekas
semua semu !

Minggu, 07 April 2013

Bueno, me voy, Kecintaanku

Begitu sederhana hidup bagi seseorang sepertiku. Terlalu sederhana ketika aku begitu mencintai seseorang untuk waktu yang lama. Sesederhana aku hanya ingin terus menatap senyumnya, sesederhana aku hanya ingin melihat ia muncul dipandanganku setiap hari dengan canda dan tawa. Aku tak ingin berharap terlalu banyak lagi. Seluruh asa dan angan yang pernah aku bangun terpaksa kuruntuhkan sendiri. Ya, ini tentang dia menyukai orang lain. Hatinya tak lagi disini bersamaku. Jadi satu – satunya yang bisa kulakukan adalah belajar merelakan dan mengikhlaskan seseorang yang tak bisa lagi kugenggam.
Tuhan, aku tak ingin banyak hal. Aku hanya ingin, Tolong jaga kecintaanku saat aku berhenti memperhatikannya, meski perhatian yang selama ini kulakukan juga diam – diam. Memang seperti itulah aku. Memperhatikannya dari jarak yang tak pernah ia tahu, dan mencari tahu segala tentangnya dari sudut yang tak pernah ia duga bahwa disana ada aku. Mungkin setelah ini takkan ada lagi dia dalam tulisan dan ceritaku. Tapi Kau pasti tahu kan, Tuhan? Bahwa namanya tak pernah luput kusebut dalam dialog mesraku bersamaMu. Seperti apapun sosok yang dicintainya saat ini, seperti apapun sosok yang akan mendampinginya nanti, sungguh dengan hati tertulusku aku hanya ingin dia bahagia. Cukup. Itu saja, tak lebih.
Sejujurnya aku tak pernah menyerah untuknya. Tapi hati ini juga tahu kapan waktunya ia harus berhenti. Saat aku tahu tak ada lagi cemburu di matanya ketika aku bersama yang lain, saat aku tahu tak ada lagi cinta dalam tatapnya, saat itu juga aku tahu bahwa aku harus segera melupakannya. Ada satu waktu dimana aku ingin menjadi seorang bodoh yang tak tahu apa – apa. Aku tak ingin tahu bahwa ada orang lain dalam hatinya, aku tak ingin tahu bahwa ia sudah melupakanku. Sungguh, terlalu menyakitkan untuk tahu bahwa seseorang yang begitu kau cintai, telah mencintai seseorang yang lain. Namun aku tetap tersenyum dan bersikap seolah – olah segalanya sudah berlalu. Bukankah ‘tahu’ kenyataan akan membuat kita melangkah pergi lebih ringan?
Dan untukmu, kecintaanku. Terima kasih menjadikanku seseorang yang dapat mencintai dengan baik dan tulus. Terima kasih telah mengisi hari – hariku dengan teduh tatapmu. Terima kasih telah menjadi penguasa tangis dan senyumku. Terima kasih untuk semua kenangan yang akan tersemat rapi dalam sudut lain hatiku. Tolong jaga senyum bahagiamu baik – baik untukku. Jangan pernah tampakkan mendung wajahmu saat bertemu denganku, sebab aku juga akan luka karenanya. Bagaimanapun, kamu tetap awan putih bagiku. Yang memeluk langit biru saat mentari tak malu memamerkan teriknya. Jadilah seseorang yang berguna untuk orang – orang disekelilingmu. Aku akan membangun semestaku yang baru, yang tentunya takkan ada lagi kamu. Aku tahu akan sulit, tapi sulit bukan berarti tak bisa, kan? Jadi berbahagialah, tersenyumlah, dan bersemangatlah. Itu akan melegakanku. Kan kudoakan segala yang terbaik untukmu.
Aku tak ingin mengucap selamat tinggal. Aku hanya akan melangkah pergi tanpa kau tahu. Pergi bersama seseorang yang mungkin akan mencintaiku jauh lebih baik. bukan seseorang yang kujadikan sebagai alat untuk membuatmu cemburu lagi, tapi seseorang yang akan membuatku belajar bagaimana berjuang untuk seseorang yang kau cintai, bagaimana cara bersabar dan menghargai seseorang yang begitu kau sayangi. Semoga ia yang selalu menjaga air mataku untuk tak jatuh lagi. Semoga.