“Aku
sudah lelah. Berulang kali dia seperti itu ! Selingkuh, lagi dan lagi ! Putus
dengannya memang jalan terbaik. Fathan gak akan pernah berubah.”, Aku berbicara
dengan nada tinggi.
Dia
diam tak bersuara. Aku bisa membaca pikirannya hanya dengan menatap matanya.
Dia bingung, tak tahu harus memberi tanggapan apa.
Aku
berkata lagi, “Aku cuma bisa sabar menghadapi dia. Gak ada lagi yang bisa aku
lakukan selain bersabar, Rayen.”
“Claudy...”,
Rayen menyebut namaku.
Aku
menoleh ke arahnya yang sedang duduk tepat disampingku, “Ya?”
“kamu
bisa ikut aku sebentar? Mungkin jalan – jalan bisa sedikit mengurangi
kesedihanmu.”
“Gimana
sama Kara? Aku takut dia marah kalau tahu kita jalan berdua.”
Rayen
menatapku dengan senyum simpul, “Dia sahabat yang baik. Dia gak mungkin marah.”
Sahabat.
Dia menambahkan kata sahabat dalam jawabannya. Sepertinya dia bisa menangkap
isi otakku. Dia tahu kalau aku mengganggap ia dan Kara lebih dari sekadar
sahabat. Tapi kata – katanya membuatku begitu yakin bahwa tidak ada hubungan
yang dalam diantara mereka. Lagi pula aku memang butuh waktu jalan – jalan.
“Baiklah.
Kamu mau mengajakku kemana?”
“Ikut
saja. Nanti kamu akan tahu.”, lagi – lagi dengan senyumnya yang simpul dan
dingin.
Ini
pertama kalinya Rayen memboncengku dengan motornya. Diam – diam ada perasaan
aneh yang merasuk lewat celah – celah hatiku. Entahlah, mungkin hanya sebatas
rasa nyaman karena ada seorang teman yang bisa mengerti rasa sakitku. Rasa
sakit karena telah dikhianati berkali -
kali oleh seseorang yang kupikir akan menjadi takdirku, Fathan.
“Claudy,
kamu tahu nama motorku?”, Rayen bertanya sambil tetap fokus mengendarai
motornya.
“Memangnya
motormu punya nama?”
“Iya,
namanya keyla.”
Aku
tersenyum mendengar pengakuannya. Aku mulai penasaran apakah ia juga memberi
nama untuk setiap benda lain yang dimilikinya. Tapi aku tak tertarik lagi
melanjutkan percakapan. Sepanjang perjalanan aku hanya melihat jalanan yang
nampak ramai oleh mahasiswa dan pelajar SMA yang baru pulang sekolah. Kota
Malang, memang benar – benar Kota Pelajar. Kota yang akan menjadi saksi
impianku dirintis, tempat yang akan menjadi pengukir sejarah dimana mimpi –
mimpi masa depan akan aku lukis. Angin sejuk semakin membawa pikiranku terbang.
Bangunan – bangunan yang kokoh terlihat berdiri tangguh, membuat iri hatiku
yang rapuh. Tiba – tiba kurasakan motor Rayen berhenti tepat di depan sebuah
Sekolah Menengah Atas di tengah kota. Awalnya aku bingung untuk apa dia
membawaku kesini. Ditengah kebingunganku, dia menarikku menyeberang jalan.
Dan
kami sampai di sebuah tempat. Aku melihat Patung Tugu di tengah kolam yang
penuh dengan bunga teratai. Aku melihat dengan takjub bunga – bunga berwarna –
warni yang berputar menghiasi sekeliling tempat ini. Taman Tugu, tepat di depan
Balai Kota Malang, memikatku sejak awal aku menginjakkan kakiku disini. Tuhan,
ini benar – benar indah. Perpaduan yang pas dengan angin sore yang membawa bau
tanah basah usai hujan, semakin mempesona bersama suara gemuruh kendaraan yang
berlalu - lalang.
“Kita
duduk disini saja.”, Rayen menunjuk sebuah kursi panjang dipinggiran kolam.
“Tempat
ini indah,ya? Kamu sering ke tempat ini?”
“Lumayan.
Bisa jadi pengobat suntuk dan galau.”, katanya sambil tertawa datar.
Dia
melanjutkan kata – katanya, “kamu lihat bunga teratai itu? Awalnya mereka hanya
bunga kuncup yang warnanya nampak gelap dari luar. Tapi lama – kelamaan mereka
akan mekar dan mulai menampakkan keindahannya bersama warna yang cerah. Kamu
harus belajar dari mereka. Jangan terus berdiam diri dalam suramnya hatimu,
tapi bangkitlah. tunjukkan indahmu, jangan kalah sama bunga – bunga itu.”
Aku
tersentak. Berusaha mencerna setiap kata – katanya yang mendamaikan. Aku hanya
bisa menatapnya. Menatap tajam ke arah matanya. Ada ketulusan dan kelembutan di
matanya yang dingin. Dan entah kenapa aku tak bisa berlama – lama menyelami
pandangannya yang sarat makna. Aku kembali mengalihkan pandanganku pada bunga –
bunga disekeliling taman ini. Sayang sekali, bunga teratai yang bertabur di
permukaan kolam itu sedang kuncup. Andai saja aku datang lebih sore, mungkin
aku bisa melihat keindahan teratai yang sedang mekar. Kali ini aku kurang
beruntung. Tapi aku berniat datang lagi ke taman ini lain waktu.
Lalu
aku berdiri sambil menghirup udara dalam – dalam, memejamkan mata kemudian
membukanya perlahan. Aku bisa merasakan ada senyum yang mengembang di bibirku.
Aku juga bisa melihat lewat sudut mataku, Rayen diam – diam sedang
memerhatikanku. Tiba – tiba saja perasaan aneh itu muncul lagi. Aku ingin
kembali ke tempat ini lagi bersama Rayen. Ya, hanya bersamanya. Dan aku masih
tak bisa menemukan alasan yang tepat mengapa aku ingin datang lagi ke taman
tugu ini bersamanya.
Bersambung...
mbak sumpah keren pooll..... :D
BalasHapusini karangan mu???
BalasHapusthat's look like your true story... :p
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus